Rabu, 07 Maret 2012

Duuh, Kepala Si Kecil Terbentur Lagi..!

oleh: dr. Dewi Kartika Sari
| RSI Klaten & RS Bhayangkara Polda DIY|

| My Magazine Edisi III |

 Ya.. kejedot atau terbentur memang sering dialami anak-anak. Saking seringnya sampai-sampai kita menganggap sepele masalah kepala terbentur ini. Padahal kata dr. Dewi Kartika Sari, kepala anak terbentur bisa berakibat buruk pada anak. “Saat anak bermain, berlari-lari tiba-tiba tersandung jatuh atau saat bermain sepeda karena terlalu asyik mengayuh sampai jatuh ke tanah. Dan yang jatuh duluan adalah kepalanya. Istilah medis kepala yang terbentur ini dikenal sebagai trauma kepala. Orang jawa bilang kejedug,” tutur ibu Dewi.

tampilan rubrik RUANG UTAMA My Magazine edisi III
Kejadian kepala terbentur tidak selamanya berakibat fatal. Adakalanya hanya efek ringan saja. “Pasca terbenturnya kepala, keadaan anak secara umum masih baik-baik saja. Tidak ada muntah atau kejang-kejang,” lanjut dr.Dewi Kartika Sari yang berpraktek di dua rumah sakit, Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY dan RSI Klaten.
“Ada benjolan di kepala atau luka itu masih hal yang wajar sepanjang kesadarannya masih bagus. Tidak ada tanda-tanda penyakit atau gejala syaraf, seperti matanya miring, muntah, dan kejang. Tapi sebagai orang tua tetap harus memperhatikan perubahan anak. Karena mungkin saja gejala yang dimunculkan datangnya lambat. Misalnya masa krisis baru timbul dalam waktu 24-48 jam. Contohnya pada kasus retak kepala. Mungkin pada awalnya tidak ada benjolan dan kondisi anak pun baik-baik saja. Tapi dua hari kemudian anak kejang-kejang. “Nah, itulah yang disebut efek yang lambat timbulnya. Biasanya ringan dan merupakan gangguan karena benturan atau goncangan saja serta akibat perbedaan tekanan.” Karena itu anak yang terjatuh, kendati ringan, perlu diobservasi setiap dua jam. Sedangkan trauma kepala kategori sedang biasanya disebut gegar otak.
“Gegar otak terjadi bila ada benturan disertai kehilangan atau penurunan kesadaran untuk beberapa waktu, disertai lupa mengenai kejadian tersebut,” jelas dr.Dewi. Karena kesadarannya sempat turun, anak tak bisa menceritakan kejadian tersebut. Keadaan seperti ini timbul karena adanya gangguan fungsi sel syaraf otak, tapi tanpa disertai kerusakan sel syarafnya. Kadang,” ungkap dr. Dewi.

----------------------------------------------------------------------
selengkapnya baca di My Magazine edisi III
----------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar